6 Kuntum Bunga
aku tinggalkan6 kuntum bungadi dadamu satu, rindudua, kasihtiga, air mataempat, lukalima, senyumenam, kecewa dariku untuk dadamu(yang telah menjadi tanah) Nur Suhaila Yusman Teruskan membaca 6 Kuntum Bunga
aku tinggalkan6 kuntum bungadi dadamu satu, rindudua, kasihtiga, air mataempat, lukalima, senyumenam, kecewa dariku untuk dadamu(yang telah menjadi tanah) Nur Suhaila Yusman Teruskan membaca 6 Kuntum Bunga
apa khabar sebening nuraniyang telah kuladangi dulu- aku masihseekor serangga yang Kembalimemanjat ranting dirisetelah kutinggalkanrerumput sunyimenjadi renek di padang peribadi. apa khabar cakerawala dan petala bumi,apa khabar para sahabat azali- ternyatakau masih jujur menjadi keakraban hakiki,akulah hidup dan kau kematianakulah kerdil dan kau akal fikiranakulah nafsu dan kau renunganakulah cinta dan kau kemulusanakulah pengembara dan kau kerikil perjalananjuga akulah fana, fana yang menggelepardi kendang ujiandan … Teruskan membaca Sang Semut
perkataan adalah rasamendaging kepandaian adalah potongan terpilihdikering udara puisi adalah stikwagyu dibaca quranmenggaringnya empuk; medium raremerembes ekstasi dalam mulutsekumpulan pemuisi kami vegetariankau gelak“rugi puisi tidak vegetarian-friendly”kami bodoh tapi kenyangkau puastetap berak Kamil Naim Teruskan membaca Cara yang Betul Menikmati Puisi
sudah meledak tembakan dan kau tersandar di kerusi. peluru merobek dada; darah memancur putih dan kelabu. lukanya membulat bagai tiub getah yang terburai. terlihat seketul jantungmu – berdegup laju di balik tulang rawan yang koyak (kau terduduk di kerusi – tenang dan terdiam; perlahan-lahan kau seluk lubang luka) tidak ada apa-apa – lukamu abadi hanya gumpalan darah yang hanyir dan pelan-pelan membeku; warna jantungmu mulai … Teruskan membaca Pada Hari Sepi Benar-benar Mati
hujan dan sunyi membesar di halamankami. dua kalimah hidup tak pernah surut.ramadan basah, bara asyikmenyala tuhanku, di mana saja kupilih arasymu,langit yang teduh. tak terjarak dengan makna,aku masih di sini. tergenggamdalam maksudmu Rudi Mahmood Teruskan membaca Haba Hujan
piring dan pinggan, danjuadah mewah bersusun di mejamenyisih jati diritelapak-telapak tangan kotordan rotiroti sisakepada fakir duniayang lapar menggila ZO Daulae Teruskan membaca Iftar
setelah beberapa mingguwabak meledak dalam rumah di dapur cerek bertempik memanggil ibusedia kopipanas harian abahkualikuali pekak telinga dileteri sudip ibuapabila kehabisan menudari tomyam lima bintang ke telur ayamdan bajubaju membebl bertindanandikepit mulut di ampaian bosan seharian di ruangtamu lidah televisyen berjuih kepenatanapa yang dileterinya tidak lagi didengarkantentang nama mangsa dan kes yang memutih katilkatil lenguh sendimenanggung beban berjam-jamsi celik tidur celik tiduryang tinggal bau masam … Teruskan membaca Wabak dalam Rumah
dari luar jendelakeranda diusung ke pusaramentari tergantung tangismenanggalkan topeng mimpihari dipenggal takdirsebahagiannya sudah matitercium harum kembojadi jalan-jalan sunyi di sebuah rumah khilafair mata bertakungseluruh usia menipistua seribu lukasekecil zarah datangdebar menanti ajalmenjemur doa kecilTuhan, masihkah ada waktu?kita bicara… Edin Hud Hud Teruskan membaca Masihkah Ada Waktu
pagi sekali meneteskan kedinginan. sepurnama, negeri kami masih dinasibkan angka. di luar, mereka masih dahaga: menghirup doa kita. di dalam, ramai yang telah mati sebelum maut haknya. di tanganku seberkas dunia, kupaksakan ia meledak di mataku rehat dan kerja memakai satu nama. masa depan suram, ia menatapku dengn matanya yang muram. “…………….” di dalam perjalanan wabak kian jauh, ini aku ingin semakin dekat dengan-Mu. … Teruskan membaca Catatan Hari-hari Sampar
kubah berwajah gusarseolah diputar udara keritingatau tertusuk beling-beling hujantanpa kembang cahaya di tanganbintang bulannya menungguriuh yang selalu selawat bergema dalam bisuzikir tasbih menekur di tanggamembilang banyak waktuia tak diucaplantaiNya termangu, mengenangjejeran tumit dan geseran bahuhingga kucupan sujud mengeringdinding menjeling tubuh sendiri azan saja berdegupmenghidup jiwa gumpal-gumpal tanahdari menconteng masa, mencantumdoa-doa menjadi bentuk hatiwalau tak bisa mengakrabikerana kita sedang menghafal batasdipisah wabah yang berselerak bukan kita … Teruskan membaca Sendu Masjid